Aves Sang Pemilik Sarang
oleh: Nauralita Suhendar / VIII A
Tebing tinggi berwarna abu-abu bergradasi hitam tampak berdiri kokoh di tepi birunya air laut. Tebing itu merupakan bagian dari Hutan Emerald. Tempat tinggal Aves si walet bertubuh kecil berbulu hitam kecoklatan yang baik hati. Aves mempunyai enam sahabat, hanya saja sahabatnya itu tidak tinggal di tebing melainkan di Hutan Emerald. Keenam sahabat Aves tersebut yaitu Leo si singa kecil yang menggemaskan, Levi si kura-kura tempurung, Nana si kelinci berbulu putih bersih yang cantik, Theo si kera berbulu coklat mirip beruang, Elo si kancil cerdik, dan Ghrey si gajah berbelalai panjang. Mereka bersahabat sudah lama dan sering menghabiskan waktu bersama.
Siang hari menjelang sore yang tak terlalu panas, terdengar gelak tawa dari balik semak-semak, suara gelak tawa yang tak kunjung henti dan terdengar sangat keras itu tak lain berasal tujuh sahabat tersebut.
"Hahaha…Hahahaha! Nana, bagaimana kau bisa jatuh ke dalam air keruh dan bau itu? Hahahahaa!!!” ucap Theo dengan suara melengkingnya sambil memegangi perut menggunakan kedua tangannya berharap agar tawanya segera berhenti. Alih-alih berhenti tawa itu malah semakin menjadi-jadi.
"Hahaha…Hahaha..!!! Lihat bulumu itu Nana!! Jadi hitam dan bau. Aku hampir tak mengenalimu." ejek Leo.
Nana yang mendengar hal tersebut langsung cemberut dan memasang wajah galak. Bukannya terlihat menyeramkan wajah Nana justru terlihat menggemaskan. Ghrey yang melihat wajah Nana pun cekikikan tak jelas.
“Lihat tampang menyeramkan yang kau buat itu tak cocok dengan wajahmu, kau justru semakin terlihat imut dan konyol. Hahaha…." kata Ghrey sambil menunjuk wajah Nana yang katanya imut dan konyol itu.
“Hentikan!!” teriak Nana memelas.
“DOR…!!”
Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah utara hutan. Seketika tawa ketujuh sahabat itu pun sirna. Hutan Emerald kembali sunyi. Levi yang kaget mendengar suara tersebut pun langsung memasukkan kepalanya kedalam tempurung keras yang terdapat di tubuhnya. Tak hanya Levi yang kaget tetapi mereka semua juga sama-sama kaget.
"Su-suara a-pa itu teman-teman?" tanya Theo kepada yang lain dengan terbata-bata diakibatkan oleh rasa takut.
"Jangan-jangan itu suara yang berasal dari senjata pemburu?" tebak Elo dengan suara lirih.
Tak berselang lama, mereka melihat para pemburu mendekat ke arah mereka. Aves yang merasa jika atmosfer diantara mereka semakin menipis pun mulai mengambil tindakan.
"Teman-teman, ayo cepat lari!" teriak Aves memberi perintah kepada para sahabatnya agar segera berlari. Mereka yang mendengar perintah dari Aves pun segera lari ke arah timur. Karena Levi adalah seekor kura-kura yang sangatlah lambat alhasil Levi naik keatas tubuh Ghrey. Mereka pun berusaha berlari secepat mungkin agar tidak tertangkap oleh pemburu. Sementara Aves terbang agak rendah supaya tidak kelihatan oleh pemburu. Namun naas, para pemburu tetap melihat Aves dan teman-temannya itu berlari.
"Hai, kalian jangan lari!" teriak sang pemburu dengan suara keras dan galak.
Ke tujuh sahabat itu pun semakin mempercepat laju larinya. Tetapi bukannya semakin jauh dari para pemburu mereka malah semakin dekat dengan para pemburu itu membuat mereka sedikit panik. Aves pun melihat kebelakang untuk mengecek keberadaan pemburu yang katanya semakin mendekat. Karena Aves melihat kebelakang otomatis Aves tidak melihat ke arah depan disaat itu juga di depan Aves terdapat pohon mangga yang sangat besar dan Aves pun langsung menabrak pohon tersebut. Badan Aves pun langsung terjatuh bersamaan dengan rasa pusing yang dia rasakan.
Leo yang menyadari jika Aves tak bersama mereka pun seketika langsung berhenti.
"Teman-teman berhenti sebentar!" ucap Leo.
“Sepertinya Aves tertinggal,” kata Leo dengan nada panik sambil melihat ke belakang.
"Kau benar Leo di mana Aves? Atau jangan-jangan Aves tertangkap oleh para pemburu itu?" tebak Ghrey sedikit ragu. Mereka yang mendengar tebakan Ghrey pun langsung kaget dan akhirnya mereka berenam memutuskan untuk mencari Aves.
Aves yang merasa jika pusing di kepalanya mulai menghilang pun mencoba untuk membuka mata perlahan-lahan agar dapat menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Ketika mata Aves sudah terbuka sempurna yang pertama Aves lihat adalah empat orang pemburu yang sudah mengelilingi dia. Aves yang melihat para pemburu itupun langsung panik sehingga dia tidak dapat berfikir dengan jernih. Aves pun tak dapat pergi dari sana karena Aves dihadang oleh pemburu dari segala arah apalagi belakang tubuh Aves adalah pohon mangga besar dan jika Aves ingin terbang ke atas pun tidak bisa karena di atas kepala Aves adalah ranting pohon mangga dengan beberapa buahnya yang terlihat segar. Jadi otomatis saat ini Aves tidak bisa melarikan diri.
"Hahahaha…! Sekarang kau tak bisa kemana-mana lagi burung kecil," tawa salah satu pemburu dengan tampang sangarnya. Aves pun semakin gelagapan dan takut, dia hanya bisa berharap dan berdoa agar keenam sahabatnya segera bisa menolong.
Tiba-tiba ada suara dari balik semak tak jauh dari keberadaan Aves dan para pemburu. Muncullah seekor singa kecil menatap garang ke arah para pemburu. Para pemburu pun langsung menaikkan sejata mereka. Siap menembak singa kecil itu.
“Bukkkk!!”
Suara dahan pohon mengenai tubuh para pemburu. Mereka pun terjatuh dan senjatanya terpental. Ternyata Ghrey dengan sisa-sisa keberaniannya yang melempar dahan pohon tersebut menggunakan belalainya.
Mengetahui para pemburu pingsan, Ghrey langsung meminta Aves untuk naik ke punggungnya.
“Segera naik ke punggungku, Aves!” perintah Ghrey. Dengan tidak menyia-nyiakan waktu, Aves langsung melesat ke punggung Grey. Mereka berlari ke arah dimana teman lain sudah menunggu. Diikuti Leo dibelakangnya.
Sampailah mereka di tempat persembunyian sementara.
“Kau Tak apa-apa, Aves? Tanya Theo setelah mereka berkumpul dan merasa aman.
“Tak apa-apa, Theo. Tadi aku hanya sedikit pusing dan kaget.”
“Terima kasih sudah membantuku teman-teman. Kalian memang sahabat terbaikku,” kata Aves dengan suara haru sambil memandang keenam sahabatnya itu.
“Sama-sama, Aves. Kita memang sudah seharusnya saling membantu dan melindungi,” kata Levi mewakili teman-temannya. Mereka memutuskan untuk bersembunyi sampai situasi benar-benar aman.
“Aves, lihatlah! Bukankan itu rumahmu?” tanya Nana sambil menunjuk ke arah tebing tinggi di seberang. Otomatis yang lain langsung mengikuti arah yang ditunjuk oleh Nana.
“Iya betul, Na. Itu rumahku. Ada apa?”
“Lihat! Siapa mereka yang sedang bergelantungan turun menuju ke rumahmu?” tanya Nana lagi.
“Mau apa mereka? Bukankan itu berbahaya?” tambah Theo.
“Oh, itu manusia yang ingin mengambil sarangku dan teman-temanku di rumahku sana,” jelas Aves santai.
“Mengambil sarangmu? Kok bisa?! Nanti kamu jadi tidak punya sarang donk?! tanya Nana.
“Aku tinggal membuat lagi,” jawab Aves enteng sambil tersenyum.
“Mereka, manusia-manusia itu, kita sebut dengan petani sarang burung walet. Mereka memang terbiasa dan rutin mengambil sarang kami dan kami tidak mempermasalahkan hal itu,” kata Aves menjelaskan kepada keenam sahabatnya itu.
“Mengapa mereka mengambil sarangmu, Ves?” tanya Levi penasaran.
“Awalnya aku juga tidak tahu mengapa petani-petani itu mengambil sarang burung kami sampai kami harus membuat ulang sarang kami berulang-ulang. Tapi suatu hari ada temanku yang mendengar dari burung lain bahwa sarang kami ini sangat bermanfaat bagi manusia.”
“Sarang burung walet mengandung fenilalanin yang berfungsi untuk sistem saraf pusat secara normal. Manfaat sarang burung walet pada kandungan ini juga sangat efektif untuk mengobati serta mencegah gangguan otak, seperti depresi dan nyeri kronis. Suplementasi fenilalanin dapat meningkatkan daya ingat dan konsentrasi. Tak hanya itu saja sarang burung walet juga dijadikan sebagai sumber mineral, sumber antioksidan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan dapat menurunkan resiko penyakit jantung.
Tak hanya khasiat nya saja yang banyak. Tetapi harga sarang burung walet juga tidaklah murah, itulah alasan mengapa mereka memilih menjadi petani sarang burung walet. Lagipula mengambil sarang burung walet diperbolehkan karena burung walet bukanlah burung yang dilindungi. Pengelolaan sarang burung walet juga merupakan upaya pembinaan habitat dan populasi burung walet.”
“Maka setelah mengetahui hal itu, kami sepakat membiarkan para petani itu mengambil sarang kami, selama tidak merusak tempat tinggal kami,” begitu ceritanya teman-teman.
“Wachhhh…keren sekali kalian Aves. Kalian merelakan sarang kalian diambil untuk dimanfaatkan oleh petani-petani itu. Sungguh hal yang mulia,” kata Elo diikuti anggukan teman yang lain.
Setelah dijelaskan Aves mereka kembali melihat aktivitas para petani sarang burung walet tersebut dari kejauhan.
“Tapi lihatlah, kalian perhatikan! Bagaimana jika mereka jatuh ke laut? Apa yang mereka lakukan sangat berbahaya,” kata Nana dengan ngeri sambil menggoyangkan sedikit telinganya.
“Betul sekali,” kata Ghrey.
Nampak Aves ikut mengamati petani-petani sarang bururng walet tersebut dengan lebih seksama. Aves setuju dengan apa yang dikatakan oleh Nana bahwa apa yang dilakukan mereka sangat berbahaya. Tapi Aves percaya bahwa petani-petani itu sudah mahir dan bisa memperhitungkan setiap langkah mereka di tebing jadi akan tetap aman terbukti selama ini mereka baik-baik saja saat mengambil sarang burung waletr di rumahnya.
Tak terasa hari mulai sore, ketujuh sahabat itu pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Keadaan juga sudah aman. Tidak terdengar suara dari pemburu. Sebelum pulang, mereka berjanji esok akan berkumpul di tempat ini lagi. Akhirnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing untuk merebahkan badan dari hari yang cukup melelahkan ini.
***
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Berlari Bersama Hujan
Oleh: Alfi Khasanah / VIII C Pada suatu pagi yang cerah, dua orang Kakak beradik sedang bercengkrama di dalam kamar mereka. Sang Kakak nampak sibuk mempersiapkan sesuatu. "Loh kak Rai