• SMP NEGERI 2 MIRIT
  • Where Tomorrow's Leaders Come Together

Budaya Positif sebuah Harapan dan Tantangan

Oleh: Pranoto

Calon Guru Penggerak Recognisi Angkatan 9

 

Budaya positif sebagai perwujudan nilai-nilai kebajikan universal yang diterapkan di sekolah. Untuk menumbuh kembangkan Budaya Positif  di sekolah, perlu kolaborasi semua warga sekolah secara  simultan dan berkesinambungan.

 

Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan itu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang selalu merawat tanamannya agar tumbuh  dengan baik dan subur, maka kita harus menjaga dengan baik tanaman kita agar tidak di ganggu oleh hewan maupun rumput liar.

  1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal

Untuk mewujudkan filosofi Ki Hajar Dewantara tersebut, sebagai guru dan pemimpin pembelajaran harus mampu menggerakkan serta memotivasi warga sekolah agar meyakini dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang sudah disepakati bersama sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid.

Menurut Standar Pendidikan Nasional, dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling  mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan. 

Penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan murid-murid  yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya memiliki jiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat.

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Nilai-nilai kebajikan universal berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu.

Menurut Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi  karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.

Contoh nilai-nilai Kebajikan Universal yang di ambil dari berbagai sumber:

a. Profil Pelajar Pancasila

Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mu, Mandiri, Bernalar Kritis,  Berkebinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif

b. IBO Primary Years Program (PYP)

Toleransi, Rasa Hormat, Integritas, Mandiri, Menghargai, Antusias, Empati, Keingintahuan,  Kreativitas, Kerja sama, Percaya Diri, Komitmen

c. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):

Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA, Kemandirian dan Tanggung jawab, Kejujuran (Amanah), Diplomatis, Hormat dan Santun, Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong, Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras, Kepemimpinan dan Keadilan, Baik dan Rendah Hati, Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

d. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

Dapat dipercaya, Lurus Hati, Pendengar yang Aktif, Tidak Merendahkan Orang Lain, Memberikan yang Terbaik dari Diri, Petunjuk HidupPeduli, Penalaran, Bekerja sama,  Keberanian, Keingintahuan, Usaha, Keluwesan/Fleksibilitas, Berorganisasi, Kesabaran, Keteguhan hati, Kehormatan, Memiliki Rasa Humor, Berinisiatif, Integritas, Pemecahan Masalah, Sumber pengetahuan, Tanggung jawab, Persahabatan, Empati, Suara Hati, Kontrol Diri, Rasa Hormat, Kebaikan, Toleransi, Keadilan

 

  1. Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

a. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal.

b. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka jugamelakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

c. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan  hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi.

Hukuman merupakan tindakan yang diberikan kepada murid saat melanggar peraturan sekolah, dapat menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan menyakiti dalam jangka waktu yang lama baik secara fisik maupun psikis. Hukuman bisa berakibat tidak baik bagi murid di masa yang akan datang.

Penghargaan dapat diartikan sebagai imbalan yang diberikan kepada murid karena keunggulannya dalam bidang tertentu. Penghargaan dapat menjadi sebuah malapetaka bagi murid, karena bisa berakibat menurunkan motivasi instrinsik. Murid hanya akan melakukan sesuatu jika ada imbalannya.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya. Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah.

 

  1. Keyakinan Kelas

Keyakinan kelas adalah meyakini tentang nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahamitujuan mulianya.

Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:

  • Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

 

  1. Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima(love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.  

 

  1. Restitusi - Lima Posisi Kontrol

Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

a. Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!”; “Kamu selalu saja salah!”; “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”. Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

b. Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”; “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”; “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”; Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan  orang-orang disayanginya.

c. Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” ; “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”; “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

d. Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?”; “Apa yang telah kamu lakukan?”; “Sanksi atau konsekuensinya apa?”. Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang.

e. Manajer:

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua  posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak  untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas); “Apakah kamu meyakininya?”; “Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”; “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”; “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

 

  1. Restitusi - Segitiga Restitusi

Ada tiga tahapan dalam melakukan segitiga restitusi, yaitu:

  1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian  adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal.

  1. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami  alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih saying dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

  1. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.

Menurut Standar Nasional Pendidikan bahwa dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi pada posisi kontrolnya saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’ (posisi manajer) yang menuntun murid-murid menjadi insan yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.

Budaya positif yang sudah penulis uraikan di atas, sepertiya sangat baik jika kita sebagai guru bisa menerapkan di sekolah. Bagi bapak ibu guru yang telah mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak,  budaya positif sudah mereka pelajari dan sudah pula praktekkan di sekolah masing-masing sebagai aksi nyata. Budaya positif membawa angin segar dan harapan baru bagi dunia Pendidikan di Indonesia,  karena akan mengubah mindset guru dan kepala sekolah dalam mengelola Pendidikan di sekolah. Murid akan merasa lebih aman dan nyaman saat berada di sekolah, tidak ada kekawatiran tentang sanksi dan hukuman yang di terima, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih maksimal.

Namun demikian, beberapa hal dibawah ini bisa menjadi tantangan dalam menerapkan budaya positif di sekolah, seperti:

  1. Belum semua guru bisa mengubah mindset tentang budaya positif.
  2. Masih banyak guru yang belum move on, sehingga masih berperilaku sebagai penghukum.
  3. Butuh waktu untuk mengubah control guru agar bisa sampai ke tahap manager.
  4. Harus ada kolaborasi semua unsur di sekolah secara simultan dan bersinambungan.

 

Sumber: Modul 1.4 Budaya Positif Pendidikan Guru Penggerak

 

 

Komentar

1.Asesr dalam proses visitasi melakukan pengamatan iklim lingkungan sekolah yang berkaitan dengan sikap, perilaku dan hubungan atau komunikasi warga sekolah seperti salam, sapa, senyum serta pembiasaan positif lainnya. Asesor juga dapat melihat atau mencermati dokumen yang berkitan dengan pola pembiasaan seperti kegiatan bakti sosial, infaq kejujuran, sallim dan sapa, salam pada guru dan kegiatan positif lainnya. 2.Asesor dapat melihat data dari dokumen atau data pembiasaan disipilin positif sekolah, baik di data konsepsi tatib sekolah, kehadiran di kelas, kegiatan ekstra, kunjungan perpustakaan, atau kegiatan lainnya. Sebagai guru bisa menerapkan. udaya positif sudah mereka pelajari dan sudah pula praktekkan di sekolah masing-masing sebagai aksi nyata. Budaya positif membawa angin segar dan harapan baru bagi dunia Pendidikan di Indonesia, karena akan mengubah mindset guru dan kepala sekolah dalam mengelola Pendidikan di sekolah. Murid akan merasa lebih aman dan nyaman saat berada di sekolah, tidak ada kekawatiran tentang sanksi dan hukuman yang di terima, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih maksimal. 3.Asesor dapat mengcroscek dokumen kurikulum untuk memastikn bahwa program displin positif sudah terintegrasi di kurikulum terutama pada ketentuan dan tatib sekolah, pembiasaan disipilin pada setiap kegiatan sekolah serta upaya sosialisasi untuk memastika bahwa peraturan tersampaikan dengan baik pada warga sekolah dan orang tua peserta didik.

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
JASMERAH

Asing dengan istilah jasmerah? Apa itu Jasmerah?  Jasmerah merupakan akronim dari jangan sekali-kali melupakan sejarah atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Istilah tters

03/11/2022 09:23 WIB - Siti Zaenatun
Manfaat Olahraga

Oleh: Ra Aisyah R. / IX E Semua orang tahu bahwa olahraga merupakan salah satu hal yang penting bagi kesehatan manusia. Dapat dikatakan juga bahwa olahraga merupakan penyempurnaan dari

02/11/2022 19:06 WIB - Administrator